Malam itu, seorang ibu duduk di tepi kasur. La membacakan kisah Nabi Yusuf kepada anaknya. Anak teringat, membayangkan air mata Nabi Ya'qub, merasakan kesedihan Yusuf di sumur. Saat ia terlelap, bukan hanya imajinasinya yang tumbuh- empatinya pun ikut berlatih.

Luka yang Tak Terlihat tanpa cerita, anak lebih sering terpapar “konten instan” gadget: emosi cepat, tanpa makna, tanpa kedalaman. Hasilnya: sulit membayangkan perasaan orang lain dan empati yang melemah

Riset Neurosains: Cerita&Otak fMRI menunjukkan:

anak yang sering mendengarkan cerita dari orang tua memiliki aktivasi lebih besar di area otak untuk bahasa, mental imagery,&pemahaman emosi (Hutton et al., 2017).

Artinya: cerita sebelum tidur adalah “latihan empati” alami.

Riset Neurosains: lingkungan Membaca studi lain menemukan: anak dari rumah yang kaya membaca menunjukkan aktivasi lebih kuat di jaringan otak untuk narasi&imajinasi (Hutton et al., 2015). Ceritanya bukan sekedar hiburan, tapi nutrisi otak sosial anak.

Perspektif Islam Al-Qur'an penuh kisah, dan Allah berfirman:

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang yang berakal.” (Qs. Yusuf : 111).

Islam menegaskan: kisah bukan sekedar sejarah, namun sarana membentuk hati&empati. Refleksi untuk orang tua cerita sebelum tidur bukan rutinitas remeh. Itu cara paling sederhana untuk menumbuhkan: imajinasi, fokus, empati anak. Satu kisah sehari = satu benih empati yang tertanam.

Oleh: Helen Hilmatu Saadah – Mahasiswa Semester 3 - Program Studi Pendidikan Guru Anak Usia Dini, Universitas Muhammadiyah Kuningan.